Secara Geografis pada mulanya Dusun / Banjar Malet Gusti merupakan satu daerah dengan Malettengah ( Malet Gede ), Malet Kutemesir dan Malet Delod ( Malet wilayah Desa manukaya ) secara etimologi kata Malet berasal dari kata “ Air Malet “ dengan bukti historis diketemukannya sebuah Lingga yang bergambarkan dua telapak kaki dan terdapat di Pura Penataran Malet Gede ( Tengah ) Desa Tiga sekarang . Mengenai arti dari tulisan ini sampai sekarang belum ada informasi bisa menterjemahkan utamanya dai Dinas Purbakala . Oleh karena itu Pura Puseh yang ada di Dusun Maletgusti sekarang sebenarnya dimiliki oleh Tiga wilayah Dusun Malet tersebut , sebab dusun Malet Gede tidak ada Pura Pusehnya. Namun jika ditinjau dari sejarah leluhurnya masyarakat Maletgusti mempunyai sejarah tersendiri . Berdasarkan informasi yang berhasil penulis dapatkan dari orang tua yang bernama I Dewa Aji Soka , I Gusti Nyoman Mangku , I Dewa Nyoman Ngurah serta I Gusti Merta ( tokoh masyarakat ) bahwasannya awal mula asal mula asal leluhurnya adalah beasal dari Puri Pemecutan Denpasar yang diutus oleh Raja Denpasar untuk menjadi Patih di Taman Bali yang bernama I Gusti made Cerancam yang mengikuti adiknya yang diambil oleh Raja Taman Bali Beliau merupakan salah seorang tokoh seni yang mengajarkan kesenian di Kerajaan Tampaksiring sampai mendapat hadiah berupa seorang wanita yang tidak begitu cantik . Selanjutnya beliau oleh Raja Tamanbali diutus sebagai Patih di Asti. Setelah berada di Asti Raja Tampaksiring merasa iri hati terhadap beliau karena punya istri cantik. Oleh karena itu Raja Tampaksiring membikin siasat dengan menyewa Pasek Trunyan untuk membunuh beliau. Usaha tersebut berhasil dan beliau dikuburkan ( dipendam ) dan meninggalkan dua orang putra yaitu I Gusti Putu Merta dan I Gusti Ayu Made Sari. Selanjutnya asti ditaklukan oleh I Gusti Panji Maruti ( Buleleng ) dan mengungsilah beliau ke Dusun Buungan ( Desa Tiga sekarang ) dengan berbekalkan buah wani yaitu sesuai dengan isyarat yang diterima ketika di Asti dimana berjumpa tanah warna merah disanalah wani itu ditanam sehingga tumbuhlah pohon wani yang umurnyapun sudah cukup tua yaitu di Pura dalem Pingit Buungan sekarang.
Dalam pelarian ini kedua kakak beradik diiringi oleh 200 panjak ( yang sekarang lasim disebut gebog satak ) dan selanjutnya karena di Buungan sudah penuh maka Raja Bangli ( I Dewa Ayu Den Bencingah ) memberikan Daerah di Tiga sekarang . Dalam perkembangan selanjutnya I Gusti Ayu Sari tidak punya Putra sedangkan kakaknya I Gusti Putu Merta punya dua orang putra yang masing – masing bernama I Gusti Ngurah Bebed dan adiknya I Gusti Ngurah Gede , yang tetap tinggal di Desa Tiga . Selanjutnya karena di Desa Tiga juga kepenuhan, maka oleh Raja Bangli ( I Dewa Gede Taman ) diberikan I Gusti Ngurah Bebed dengan warga berjumlah 7 KK daerah wilayah yang terletak disebelah Barat Dusun Seribatu. Dari 7 KK penduduk yang menyertainya itu adalah : I Gusti Made Tinggal, I Gusti Putu Giri, I Gusti Ngurah Rantun, I Gusti Putu Sek, I Gusti Made Darma, I Gusti Nyoman Tunas dan I Gusti Made Tuun. Dan terkhir datanglah warga dari kelompok kesatria keturunan I Dewa Kandel Pemayun dari Puri Pejeng yang semula pindah pemukimannya di Manik Tawang Tampaksiring yang bernama I Dewa Gede Laca. Begitu I Dewa Gede Laca menghadap Raja Bangli untuk memperoleh tempat pemukiman baru diberikan tempat di Tiga ( yaitu tempat balai dusun sekarang ).Dan oleh I Dewa Gede Laca tidak diterimanya.Akhirnya Raja Bangli I Dewa Gede Laca untuk pergi ke Barat Laut di tempat pemukiman 7 KK, yang dipimpin : I Gusti Ngurah Bebed , karena I Dewa Gede laca satu – satunya kesatria ditempat itu oleh Raja Bangli ditugaskanlah beliau sebagai pengerajeg ( penegak Dusun Maletgusti ) dan diangkatlah sebagai Kepala Dusun / Banjar . Kenyataan sekarang karena mayoritas penduduknya dari Warga Gusti masih tetap mengikuti adat istiadat Tiga dan kesatrianya masih tetap mengikuti adat istiadat Pejeng.
sumber: https://penglumbaran.desa.id/opensid/index.php/artikel/2016/8/26/sejarah-desa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar